Kuratapi jam di tangan. Ternyata, sudah pukul 5 sore. Sahabatku belum juga kunjung datang. Aku menunggu, dengan sabar.
Dan kemudian, datanglah sekelompok anak-anak yang mulai mendekat padaku. Ya! Mereka sahabat-sahabatku. Sahabat terbaikku.
“kalian, dari mana saja? Aku sudah menunggu 2 jam disini.” tanyaku, dengan nada sedikit kecewa.
“maaf, Dew. Kami baru saja dari rumahnya, Asha.” jawab Daniel.
“memang, Asha kenapa?” tanyaku lagi.
“dia sakit, Dew. Sudah lama malahan!” jawab Windy.
“kok, kalian tidak bilang sama aku?” tanyaku mulai sedih.
“dia tidak mau kamu tahu, karena dia merasa kamu akan sangat syok, mendengar penyakitnya” jawab Bisri kemudian.
“memang Asha sakit apa?” tanyaku lagi, sampai butir-butir air mataku sudah tidak bisa terbendung kembali.
Mereka pun hanya diam seribu bahasa. Tanpa memberi tahu apa penyakit yang diderita sahabatku ini. Kami bercerita, seperti biasanya. Aku pun, ingin menjenguk Asha ke rumahnya. Tetapi, mereka, melarangku untuk ke rumah Asha. “ada apa sebenarnya?” tanyaku dalam batinku. Aku tidak tahu kenapa sebabnya mereka melarangku pergi ke rumah Asha. Aku pun, seperti tidak terima. Aku langsung pergi, tanpa pamit sebelumnya. Aku marah kepada mereka, dan Asha. “mengapa mereka membedakanku? Padahal aku juga bagian dari mereka? Kalau ada apa-apa, pasti mereka selalu membedakanku, kenapa? Semua tidak ADIL!!” gumamku dalam hati, saat perjalanan pulang menuju rumahku.
Dan kemudian, datanglah sekelompok anak-anak yang mulai mendekat padaku. Ya! Mereka sahabat-sahabatku. Sahabat terbaikku.
“kalian, dari mana saja? Aku sudah menunggu 2 jam disini.” tanyaku, dengan nada sedikit kecewa.
“maaf, Dew. Kami baru saja dari rumahnya, Asha.” jawab Daniel.
“memang, Asha kenapa?” tanyaku lagi.
“dia sakit, Dew. Sudah lama malahan!” jawab Windy.
“kok, kalian tidak bilang sama aku?” tanyaku mulai sedih.
“dia tidak mau kamu tahu, karena dia merasa kamu akan sangat syok, mendengar penyakitnya” jawab Bisri kemudian.
“memang Asha sakit apa?” tanyaku lagi, sampai butir-butir air mataku sudah tidak bisa terbendung kembali.
Mereka pun hanya diam seribu bahasa. Tanpa memberi tahu apa penyakit yang diderita sahabatku ini. Kami bercerita, seperti biasanya. Aku pun, ingin menjenguk Asha ke rumahnya. Tetapi, mereka, melarangku untuk ke rumah Asha. “ada apa sebenarnya?” tanyaku dalam batinku. Aku tidak tahu kenapa sebabnya mereka melarangku pergi ke rumah Asha. Aku pun, seperti tidak terima. Aku langsung pergi, tanpa pamit sebelumnya. Aku marah kepada mereka, dan Asha. “mengapa mereka membedakanku? Padahal aku juga bagian dari mereka? Kalau ada apa-apa, pasti mereka selalu membedakanku, kenapa? Semua tidak ADIL!!” gumamku dalam hati, saat perjalanan pulang menuju rumahku.
Seperti biasa, ketika liburan sekolah seperti ini, aku dan sahabat-sahabatku, menghabiskan waktu bercerita, bermain, bercanda tawa, dan lain sebagainya. Tetapi, saat teman-temanku menjemput ke rumahku, aku membentak, dan berkata “aku tidak mau lagi berteman dengan kalian, kalian tidak adil, seperti menganggap aku tidak ada dipersahabatan ini!” .
Merekapun pergi, dengan wajah yang kusut. Ada sedikit penyesalan di hatiku. Tapi, aku saat itu menganggap semuanya biasa saja. Dan akan baik seperti biasa, dalam waktu yang tak lama.
Tetapi, dugaanku salah besar, persahabatanku dengan mereka tidak bisa dipertahankan kembali. Sampai, masuk sekolah, aku pun tetap tak bersahabatan dengan mereka. Tapi, juga tidak ada Asha bersama mereka. “Asha kemana?” pikirku.
Dan, lama aku tak melihat Asha. Hari itu, tepatnya hari Minggu. Aku mendapat surat dari pak Pos. Aku pun, mengambil surat itu, dan membawanya masuk. Ternyata, itu surat dari Asha.
Dan, lama aku tak melihat Asha. Hari itu, tepatnya hari Minggu. Aku mendapat surat dari pak Pos. Aku pun, mengambil surat itu, dan membawanya masuk. Ternyata, itu surat dari Asha.
“Dewi, maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk membedakanmu, tapi inilah takdirnya. Aku sakit, dan mederita Leukimia (kanker darah). Dan mungkin, hidupku sudah tak lama lagi. Aku juga sekarang, berada di Singapura. Jadi, jangan khawatirkan aku. Aku akan baik-baik saja. Salam manis, Asha :)”
akupun membaca surat itu penuh dengan isak tangis. Dan penyesalan.
Taklama kemudian, aku mendengar kabar bahwa Asha telah tiada. Aku pun datang ke pusara terakhirnya. Dengan penuh penyesalan.
Dan tak lama kemudian, badai kembali menghantamku. Saat, tamasya ke Pantai, khusus kelasku. Bus kami kecelakaan. Dan, telah diketahui bahwa, sahabat-sahabatku dan beberapa teman sekelasku menjadi korban tewas kecelakaan itu. Aku pun, menjadi korban selamat dalam peristiwa itu.
Aku sangat menyesal pada diriku, mengapa sampai akhir hayat mereka, aku tak kunjung minta maaf kepada mereka? Windy, Daniel, Bisri, Asha, maafkan aku.
Aku sangat menyesal pada diriku, mengapa sampai akhir hayat mereka, aku tak kunjung minta maaf kepada mereka? Windy, Daniel, Bisri, Asha, maafkan aku.
The End
Cerpen Karangan: Dewi Rahmawati
Facebook: Dewi Rahmawati
Facebook: Dewi Rahmawati


20:50
Unknown

0 comments:
Post a Comment